Borobudur 14 April 2012
CANDI
Borobudur adalah situs sejarah peradaban dan catatan reflektif nilai-nilai
kehidupan. Namun dalam perkembanganya, keberadaan Candi Borobudur sebagai objek
pariwisata telah jauh meninggalkan budaya masyarakat sekitarnya. Masyarakat
sekitar Candi Borobudur yang memiliki akar budaya, akhir-akhir ini mulai
hilang. Masyarakat tidak lagi mengenal adat istiadat, budaya dan tradisi
miliknya sendiri yang seharusnya menjadi kekayaan budaya yang tak ternilai
harganya. Masuknya pengaruh budaya dari luar sedemikian kuat mendominasi dan mengkontaminasi
kehidupan masyarakat. Tentu saja masalah ini kini menjadi persoalan yang sangat
memprihatinkan.
Candi Borobudur sebagai sumber daya budaya kini cenderung
hanya menjadi simbol peradaban lain yang memutus generasi dari makna historis,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, serta merenggangkan kohesi sosial dan kohesi
spiritual. Sekularisasi peranan Candi Borobudur dengan menjadikannya candi ini
hanya sebagai komoditi pariwisata dengan mengesampingkan dimensi lain, itu
sebuah keniscayaan. Sebenarnya, Candi Borobudur dapat menjadi ruang bertemunya
berbagai dimensi kepentingan. “Kita tidak ingin hal ini mengurangi nilai-nilai
sejarah peradaban dan nilai-nilai reflektif kehidupan serta budaya masyarakat
yang tumbuh dan berkembang di sekitar Candi Borobudur,” ungkap Sucoro, Ketua
Paguyuban Pecinta dan Pelestari Seni Budaya Borobudur yang juga Ketua LSM
‘Warung Info Jagad Cleguk Borobudur’.
Menurutnya,
kalangan birokrasi semakin sulit memahami bagaimana alam pikiran seniman,
pecinta seni dan budaya serta masyarakat yang secara terus menerus melestarikan
nilai-nilai tradisi, budaya warisan nenek moyangnya. Pecinta seni dan tradisi
sering dianggap cenderung tidak prosedural dan dianggap suka bertindak yang
aneh-aneh. Padahal keduanya mempunyai peran penting dalam membangun dan
mempertahankan seni, tradisi dan budaya. Masyarakat dan Pemerintah harus
semakin kritis dan kreatif dalam mempersiapkan dan melaksanakan strategi ke
depan, agar kedua pihak dapat menempatkan kebudayaan bangsa menjadi pusat perhatian dunia.
Ruwat
Rawat Borobudur bermakna sebagai laku budaya yang berorientasi kepada
pencerahan pemahaman tentang hidup dan kehidupan, juga upaya untuk melestarikan
harmoni kehidupan di Borobudur. Ini sebagai pendidikan untuk mendalami watak
atau karakter kejiwaan manusia, sebagai pencerahan batin bagi yang mampu
menghayati dan memahami hidup yang bermakna. Kegiatan ini bertujuan untuk lebih
menguatkan Kawasan Borobudur sebagai salah satu destinasi wisata, candi dan
lingkungannya dapat menjadi tujuan wisata dunia. Masyarakat Borobudur juga akan
lebih memiliki pengetahuan dalam kepariwisataan, cerdas dan mempunyai cara
pandang yang lebih bijak dalam bersikap untuk menghadapi perkembangan pada masa
yang akan datang, terkait dengan pelestarian dan pemanfaatan potensi Candi
Borobudur sebagai warisan budaya.
Harapannya,
warisan budaya ini tidak terkesan hanya dimiliki oleh kelompok atau golongan
tertentu saja. Masyarakat ingin agar Ruwat Rawat Borobudur menjadi pintu
kegiatan yang melibatkan banyak pemangku kepentingan demi tumbuhnya kebersamaan meski mereka memiliki latar belakang
yang berbeda. Pentingnya upaya merawat kohesi sosial dan kohesi spiritual
melalui kegiatan ini, maka "Ruwat Rawat Borobudur" perlu
diaktualisasikan secara berkala.
Ruwat Rawat Borobudur
ke XIII tahun 2016 yang lalu bertema, “Harmoni Kehidupan”. Tema ini bermakna,
kearifan lokal masyarakat pada masa lalu mampu membangun candi Buddha terbesar
di dunia dengan mandala dan basis relief paling luas di dinding-dinding candi.
Di setiap tingkatan ada gambaran suatu proses kehidupan manusia untuk menuju ke
keselarasan (harmoni) dengan sesama manusia, dengan alam dan dengan Tuhan,
sampai tercapai pencerahan jiwa. Konsep kehidupan manusia masa lampau ini
menjadi bukti adanya harmoni kehidupan
manusia dengan sesama makhluk.
Deretan
relief yang ada di candi ini merupakan bukti keterpaduan yang harmoni antara
peristiwa tradisi pada masa lampau dengan seni, teknologi, arsitektur, tata
ruang dan kepercayaan antar kehidupan dengan berbagai macam kepercayaan yang universal sekaligus dapat menjadi sumber
inspirasi kreatif bagi manusia masa kini. Hukum Sebab Akibat (karma) di relief
Karmawibhangga, berlaku bagi siapa pun. Siapa berbuat kebaikan akan mendapat
pahala, dan yang berbuat kejahatan akan menuai petaka. Dalam konteks
reinkarnasi, hukum ini memberi pelajaran tentang perbuatan baik akan
meningkatkan derajat makhluk menjadi semakin tinggi dalam kehidupan
selanjutnya, dan sebaliknya.
Posting Komentar