PUSTAKA AKSARA BOROBUDUR
Sejak purnapugar tahun 1980-1984 Borobudur
dijadikan sebagai Objek Pariwisata. Sayang usaha pengelolaanya belum selaras dengan pelestarian. Pengembangan pariwisata hanya lebih menjual keindahan bangunan candi semata dan mengenyampingkan nilai spiritualitas OUV outstanding
value Borobudur yang terdapat pada alam, budaya dan masyarakatnya. Sehingga telah berdampak pada hilangnya nilai keagungan,
ibarat keris yang kehilangan pamornya. Selain
itu masyarakat merasa tidak dilibatkan, padahal salah satu tujuan pariwisata
ialah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Dalam usaha
pengelolaan dan pengembangan pariwisata belum integrasi dengan daya tarik wisata di sekitar Kawasan Borobudur. Isu
Rencana Pembentukan Badan Pengelola
secara terpadu juga belum pernah terwujud. Selain itu kurang adanya koordinasi antara pemangku kepentingan
Pusat dengan Daerah, sehingga program yang telah direncanakan menjadi “mangkrak”. Konsentrasi pengunjung hanya pada zona tertentu telah mengakibat kan
spiritualitas pada potensi lokal di desa-desa se-Kawasan Borobudur tidak berkembang dan berpengaruh pada pelestarian bangunan
Candi. Keragaman daya tarik
wisata yang bersumber pada prasasti sosial dan kearifan lokal belum menjadi basis pengembangan kepariwisataan Kawasan
Borobudur.sehingga
akumulasi persoalan pengelolaan tersebut telah berakibat pula sulitnyanya
menentukan kebijakan. Untuk itu Brayat Panangkaran Borobudur , melalui
kegiatanya 21 Tahun Ruwat Rawat Borobudur menyelenggarakan Kompetisi Opini –
Kongres Borobudur
Buku PUSTAKA AKSARA
BOROBUDUR ini merupakan catatan refleksi, dinamika pengelolaan Warisan Budaya
Borobudur dan arah perjuangan Pak Coro dalam partisipasinya untuk mewujudkan
Pelestarian dan Pemanfaatan Borobudur berbasis Nilai Spiritualitas.
Semoga.
Judul Buku : PUSTAKA AKSARA BOROBUDUR
Penulis: Sucoro _ Novita Siswayanti – Dr Budiana
Setiawan
Editor : M. Hasbiansyah ZULFAHRI
Prolog : Prof M. Baiquni
Ipylog : Dr Riwanto
Tirtosudarmo
Penerbit : Warung Info Jagad Cleguk
Ukuran : 135 X
200 MM ( A5 )
Kertas cover : ArtPeper 260 gr
Halaman: 296 . 37
Warna Isi : 1/1 ( Hitam Putih )
Warna Cover : 4/0 ( Warna )
Jilid ;
Perect
PUSTAKA AKSARA BOROBUDUR
RUWAT
RAWAT BOROBUDUR
DALAM
DIMENSI SPIRITUALITAS,
BUDAYA
DAN PARIWISATA
50 Tahun Kebangkitan Nilai
Spiritualitas Borobudur sebagai Pusaka
Budaya Bangsa
REKOMENDASI
Kompetisi Opini - Kongres Borobudur
Oleh
Sucoro - Novita
Siswayanti.MA,
Dr Budiana Setiawan
Editor:
M. Hasbiansyah Zulfahri
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Lingkup
Hak Cipta
Pasal 2:
1. Hak
cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan
Pidana
Pasal 72:
1.
Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49
ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2.
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
PUSTAKA
AKSARA BOROBUDUR
RUWAT RAWAT BOROBUDUR
DALAM DIMENSI
SPIRITUALITAS,
BUDAYA DAN
PARIWISATA
Oleh
Sucoro
Novita Siswayanti,
MA
Dr Budiana
Setiawan
Cetakan Pertama, Januari 2024
Editor:
M Hasbiansyah Zulfahri
Penyunting Naskah
Maryono, M.Si.
Desain Cover
dan Lay-out:
Eri Kusuma Wardhani
Sapto Nugroho
Penerbit:
Warung Info Jagad Cleguk
Jl. Medangkamolan 7 Borobudur
Email: ruwatrawatborobudur@gmail.com
ISBN ……………………………………
DAFTAR ISI
1.
Kata Pengantar
2.
Prolog Aksara Borobudur Bermakna oleh: Prof.
Dr. M. Baiquni.
3.
Mengenal Pak Coro Penggagas Ruwat Rawat
Borobudur
4.
Kehidupan Masyarakat Sekitar Borobudur
5.
Spiritualitas Borobudur dan Masyarakat
6.
Borobudur Pusaka Budaya Bangsa
7.
Sosok Pak Coro
8.
Perjalanan Hidup Keluarga Pak Sucoro
9.
Belajar Memahami Spiritualitas Borobudur
10. Spiritualitas
Ruwat Rawat Borobudur
11. Spiritualitas
Media Sosial Ruwat Rawat Borobudur
12. Kegiatan
50 Tahun Kebangkitan Nilai Spiritualitas Borobudur
13. Tantangan
Ruwat Rawat Borobudur
14. 50 Tahun
Kebangkitan Nilai Spiritualitas Borobudur sebagai Pusaka Budaya Bangsa
15. Kegiatan
Perayaan 50 Tahun Kebangkitan Nilai Spiritualitas Borobudur
16. Mengokohkan
Kembali Kesenian Yang Tumbang
17. Gerbang
Menuju Kawasan Wisata Borobudur
18. Refleksi
Pengembangan Kawasan Wisata Borobudur
19. Revitalisasi
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Berbasis Spiritualitas Borobudur
20. Isu
Borobudur
21. Kongres
Borobudur Gerbang Menuju Pengelolaan Borobudur yang Partisipatif
22. Eksistensi
Candi Dalam Potret Moderasi Beragama
23. Candi
Borobudur Dari Indonesia Untuk Dunia
24. Kepedulian
Semua Pihak Menjadi Borobudur sebagai Tempat Wisata Religi
25. Catra
Borobudur dalam Lontar Kebhinekaan
26. Mengenal
Budaya Nasional Candi Borobudur yang Mendunia
27. Adiwarna
Borobudur Ruang Resonansi Kebhinekaan dalam Moderasi Beragama
28. Harmoni
Kebhinekaan dalam Spiritualitas Borobudur
29. Borobudur
Lanskap Moderasi Beragama di Indonesia
30. Pesan,
Kesan dan Harapan dalam Bahasan Kompetisi Opini Kongres Borobudur
31. Rekomendasi
Kompetisi Opinio Kongres Borobudur
32. Epilog Sucoro dan Ruwat Rawat Borobudur oleh Dr Riwanto
Tirto Sudiro
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah puji
dan syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas karunia-Nya Ruwat Rawat
Borobudur pada tahun 2023 ini dapat terlaksana. Berbagai kegiatan seperti pada
tahun-tahun sebelumnya antara lain
penyelenggaraan berbagai acara tradisi, sarasehan budaya, pementasan kesenian, workshop
seni tradisi, festival kesenian rakyat terselenggara dengan lancar.
Alhamdulillah pada
agenda yang ke-21 Tahun Ruwat Rawat Borobudur mendapat kehormatan untuk
diteliti oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Melalui kegiatan riset
tersebut Panitia 21 Tahun Ruwat Rawat Borobudur dapat melakukan evaluasi. Di sisi
lain melalui kegiatan bersama tersebut pada kegiatan 21 Tahun Ruwat Rawat
Borobudur bagian kedua dengan sub tema “50 Tahun Kebangkitan Nilai
Spiritualitas Borobudur Sebagai Pusaka Budaya Bangsa” dapat merealisasikan
ide gagasan kegiatan yang telah direncanakan empat tahun lalu, yaitu “Kompetisi
Opini- Kongres Borobudur.”
Kompetisi Opini-Kongres Borobudur
merupakan salah satu agenda kegiatan 21 Tahun Ruwat Rawat Borobudur yang
pertama kali diselenggarakan oleh Brayat Panangkaran. Alhamdulillah kegiatan
Kompetisi Opini- Kongres Borobudur dapat
terselenggara pada hari Selasa-Rabu, 8-9 Agustus 2023 di Balkondes Ngargogondo
Borobudur dengan lancar dan penuh apresiasi.
Kompetisi Opini
Borobudur digagas oleh Sucoro, Tim Riset Ruwat Rawat Borobudur dan Brayat
Panangkaran sebagai upaya menggali pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang
Nilai Spiritualitas Borobudur. Borobudur sebagai saujana keterhubungan
bentangan alam, budaya dan masyarakat yang sarat dengan nilai nilai
spiritualitas yang merajut kebhinnekaan menjadi pusat peradaban dan kesatuan
bangsa. Borobudur sebagai warisan budaya dunia yang menurut UNESCO mengandung
nilai OUV Outstanding Universal Value (nilai-nilai kehidupan yang
terdapat pada bentangan alam,budaya dan masyarakat).
Melalui Kompetisi Opini-Kongres Borobudur Ruwat Rawat Borobudur sebagai ruang komunikasi Brayat
Panangkaran pecinta dan pelestari spiritualitas Borobudur yang multikultural
dan pluralisme berupaya menumbuh kembangkan rasa handarbeni terhadap Borobudur.
Borobudur bukanlah hanya dipandang sebagai monument mati tanpa makna. Tetapi
Borobudur sarat dengan nilai spiritualitas kebermaknaan dan kebermanfaatan
dalam hidup dan kehidupan.
Kompetisi Opini
Kongres-Borobudur pertama tahun 2023 ini bertema “Menelisik Spiritualitas
Borobudur dalam Kebinnekaan.” Borobudur sebagai warisan budaya dunia
sarat dengan nilai-nilai spiritualitas yang amat penting dilestarikan dan satu
kesatuan dalam pengelolaan Borobudur.Borobudur sebagai bangunan yang tidak bisa
dipisahkan dari keterlibatan masyarakat yang turut serta memiliki dan
bertanggung jawab menjaga dan melestarikannya.
Untuk selanjutnya
melalui buku berjudul “Pustaka Aksara Borobudur” Dengan Ruwat Rawat
Borobudur dalam Dimensi Nilai Spiritualitas, Budaya dan Pariwisata Tim Riset
BRIN Pusat Riset Masyarakat dan Budaya serta para penulis akan menuturkan
pendapatnya atas per jalanan Ruwat Rawat Borobudur mulai dari sosok
Penggagasnya. Tentunya dengan cara pandang dan pengalaman yang telah ditekuni
selama ini. Harapan kami buku yang
tersusun melalui proses panjang ini, meski masih jauh dari sempurna
dapat menginspirasi yang dapat ditindaklanjuti oleh para pengambil kebijakan
dalam pengelolaan Borobudur.
Sebagai penutup,
kami mengucapkan terima kasih atas sambutan dan apresiasi dari berbagai elemen
masyarakat, akademisi, pemerintah maupun stakeholder, baik keterlibatannya
dalam penulisan opini maupun penyampaian ide/gagasannya bagi kelancaran dan
kesuksesan Ruwat Rawat Borobdur dan
pelaksanaan Kompetisi Opini – Kongres Borobudur
PROLOG
“Aksara Borobudur Bermakna”
Candi Borobudur merupakan karya agung, bangunan yang terletak
di lembah antar pegunungan (Intermountain basin) dengan air yang
melimpah dan tanah yang subur. Borobudur adalah inovasi, institusi, sekaligus
inspirasi yang diperoleh melalui “laku“ yang telah mewujudkan dirinya
menjadi karya agung yang bernilai Pusaka, Pustaka, dan Pujangga
bagi peradaban manusia.
Secara geografis, posisi dan lokasi itu menjadi
pilihan penting dibangunnya Candi Borobudur. Mandala Borobudur mengandung
kompas kehidupan, merupakan aksara bermakna yang mengandung ilmu pengetahuan
dan praktek pengalaman kehidupan, bagi siapa saja yang mau mengambil hikmahnya.Borobudur memiliki nilai
spiritual, kultural, dan ekologis yang perlu digali dan dimaknai.
“Kiblat papat limo pancer” kompas arah
kehidupan. Arah timur matahari terbit di pagi hari dengan pemandangan Gunung
Merbabu dan Merapi yang kokoh serasi, memberi harapan dan semangat bermanfaat
migunani, fungsi ekonomi (East, Economy) Borobudur di bagian timur
terdapat pasar tempat keramaian. Arah barat matahari tenggelam, menghadirkan.
Suasana hening nan syahdu pegunungan Menoreh, menorehkan laku yang telah
seharian bekerja saatnya untuk hening wening, bersyukur atas karunia
Ilahi. Siapa yang bersyukur akat dilipatgandakan kedamaian dan kebahagiaan (West,
Welbeing). Arah Utara memiliki kesuburan tanah yang dialiri sungai-sungai
dari Gunung Sindoro dan Sumbing, mengolah harmoni alam untuk kegiatan pertanian
menumbuhkan tanaman pangan dan obat-obatan, fungsi alam di utara ini (North,
Nature) dapat menghasilkan makanan untuk kebutuhan manusia. Arah Selatan,
terbentang permukiman tempat dimana kehidupan sosial ditata dan dikembangkan,
dalam keseimbangan harmoni sesama (South, Social).
Borobudur sebagai “Pancer”, dari pusat ke semua arah
dan sebaliknya. Borobudur menarik kedalam meminjam istilah fisika gaya
sentripetal, energi dan materi yang terkumpul dan mengumpul. Kemudian
kelimpahan energi dan materi itu memancar keluar sebagai cahaya yang manfaat
migunani. Pariwisata yang memadukan gaya sentripetal dan sentrifugal ini, Borobudur
sebagai daya tarik yang menarik wisatawan berkunjung, juga pariwisata
memancarkan manfaat bagi masyarakat sekitar di desa-desa yang tumbuh jasa dan
usaha pariwisata.
Harmoni kehidupan terbingkai dalam semangat kebhinnekaan,
keragaman alam dan budaya melingkupi Borobudur.Masyarakat sekitar terbiasa
dengan keberagam an dan toleransi, hidup dalam guyup rukun dan gotong royong
masyarakat perdesaan. Meski demikian selalu ada dinamika perbedaan dan
persinggungan yang merupakan dinamika kehidupan yang selalu bergerak dan
berubah seperti roda pedati.
Ruwat Rawat Borobudur telah berlangsung selama 21
tahun, pada tahun 2023 ini tema yang diusung adalah tridimensional:
spiritualitas, budaya, dan pariwisata. Penyelenggaraannya yang sederhana dan
kerjanya yang bersahaja, membuat event Ruwat Rawat Borobudur ini menjadi unik
dan menarik. Pelibatan masyarakat akar rumput di berbagai dusun baik di sekitar
Borobudur maupun gunung-gunung dalam acara ini menjadi kunci keberlanjutan.
Digandeng pula kalangan pejabat baik dari pusat maupun daerah, dari
pemerintahan maupun kalangan usaha. Diundang pula peneliti dan akademisi serta
mahasiswa untuk ikut serta, urun rembug, curah gagasan, dan menguatkan
jaringan.
Pak Sucoro sebagai inisiator dan inovator Ruwat Rawat
Borobudur, dikalangan masyarakat Borobudur hingga para Penjabat yang berkait
dengan Borobudur pasti mengenal dan tidak asing lagi. Sosok yang nyentrik dan
berpenampilan biasa-biasa saja itu membuat mudah bergaul dengan banyak kalangan
terutama masyarakat di kawasan Borobudur. Selain mudah bergaul Pak Sucoro yang
berjiwa seniman suka bikin acara-acara budaya, salah satu yang banyak mendapat
perhatian publik adalah Ruwat Rawat Borobudur.
Lelaki 72 tahun
pernah mengenyam Pendidikan di SR (Sekolah Rakyat) yang selanjutnya lebih
banyak belajar dari pengalaman kehidupan ini, Sucoro banyak belajar langsung
dari guru kehidupan. Guru kehidupan yang dimaksud adalah belajar pada siapa
saja dalam interaksi kehidupan sehari-hari, belajar dimana saja dari berbagai
tempat yang menjadi media, belajar kapan saja tak henti berfikir dan berbagi
pengalaman, belajar tentang apa saja yang kemudian berhasil direkam dan ditulis
dalam buku-bukunya, belajar dan juga mengajar itu laku.
Laku keseharian pak Sucoro nampak dari
kesederhanaannya yang ternyata merupakan buah nasehat dari ayahnya, yakni “Urip
sing Prasojo kui luwih utomo” Kini diusia senja, sangat penting untuk
membuat estafet mengkader generasi muda untuk bisa melanjutkan ide gagasan,inovasi gerakan, dan institusionalisasi
gelombang perubahan masyarakat berdaulat dalam berkebudayaan dan
berkemasyarakatan.
Jejak langkah lari marathon Ruwat Rawat Borobudur
yang panjang dirintis pak Sucoro, dapat ditelusuri dari buku-bukunya termasuk
buku ketujuh ini. Menilik Kembali dari buku pertama hingga buku ketujuh ini,
nampak ada perkembangan baik dalam penampilan maupun substansinya. Buku ini
mengurai dan menyulam serta mbundeli triodimensi spiritualitas, budaya, dan
pariwisata. Trio penulis Sucoro, Novita, dan Budiana membuat buku ini memiliki
kembangan cara pandang.
Selamat membaca dan menikmati untaian kata-kata yang
disusun dengan pengalaman dari tindakan nyata.
Prof. Dr. M. Baiquni, MA
Guru Besar Ilmu Geografi dan
Pengajar Kepariwisataan UGM
Posting Komentar