Borobudur ,Magelang Jawa Tengah 31 Juli 2022

1 Suro dihadiri oleh masyarakat sekitaran Borobudur dari berbagai latar belakang, pakaian maupun agama dan kepercayaan. Mereka mengikuti prosesi 1 Suro dengan penuh khidmat dan toleran. Ketika saatnya berdoa bersama di pelataran Candi Borobudur ada diantara mereka yang bermeditasi, ada yang menundukkan kepala, ada yang menyedekapkan tangannya, ada yang mengangkat tangannya tinggi-tinggi; walau begitu diantara mereka satu sama lain saling harga-menghargai sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing-masing. Mereka pun tidak mengganggu orang lain yang sedang berdoa, tidak mengomentari atau mencela cara berdoa diantara mereka. Mereka satu sama lain saling toleran dalam keragaman dan keberagamaan.

1 Suro diperingati di Candi Borobudur merupakan realitas komitmen kebangsaan umat beragama dan kepercayaan yang berbeda-beda tetapi tetap satu, tetap menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa. Candi Borobudur sebagai tinggalan sejarah pusat spiritual yang memberikan kebebasan kepada seluruh umat beragama dan kepercayaan untuk ber ibadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Pada 1 Suro seluruh peserta melakukan pradaksina berjalan memutari Candi Borobudur searah jarum jam sambil membentangkan kain putih sepanjang 600 meter menutupi keseluruhan kaki Candi Borobudur. Kain putih yang dibentangkan di Candi Borobudur mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat tertentu. Mereka berkeyakinan kain putih tersebut memberikan kebaikan dan keberuntungan bagi kehidupan mereka. Bahkan ada di antara mereka yang meminta potongan kain putih itu untuk dimanfaatkan bagi keberhasilan usahanya. 

Hal tersebut sebagai komitmen kebangsaan umat beragama dan kepercayaan turut serta menjaga dan melestarikan Borobudur sebagai pusat spiritual sekaligus pusat peradaban. Borobudur milik bersama seluruh umat beragama dan kepercayaan yang ikut berperan dan berpartisipasi aktif dalam melestarikan nilai-nilai spiritualitas Borobudur. Walau berbeda agama dan keyakinan tetapi tetap saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Tidak boleh merusak kedamaian dan nilai-nilai spiritualitas Borobudur atas nama agama atau kepercayaan. Nilai-nilai spiritualitas tersebut menyatu dengan Borobudur dan menjadi tanggung jawab seluruh umat beragama untuk melestarikan nya.

Selain itu peringatan 1 Suro juga akomodatif dengan budaya lokal. Kebersamaan dan kegotong royongan masyarakat terlihat dalam rangkaian acara kirab. Seluruh peserta kirab berjalan bersama beriringan dan ada yang memegang kain, ada yang memegang tandu, ada yang membawa lilin. Guyup dan rukun peserta kirab sebagai bagian dari spiritualitas Jawa sebagai ajang silaturahmi. Moderasi beragama yang akomodatif dengan budaya lokal juga tampak adanya sajian tumpeng sayur sebagai simbol pemanfaatan dan pelestarian hasil bumi pertanian/perkebunan Borobudur. Tumpeng bermakna tumapaking panguripan-tumindak lempeng-tumuju Pengeran yang artinya tertatanya hidup berjalan lurus kepada Tuhan. Tumpeng sayur yang dibentuk gunungan sebagai simbol alam, manusia berasal dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan.

Simbol budaya sebagai bagian dari spiritualitas Jawa tidak bertentangan dengan agama dan kepercayaan jika dipahami secara arif dan kontekstual. Misal pada peringatan 1 Suro ditampil kan keris dan kembang tujuh rupa. Keris sebagai pusaka yang memiliki pamor sebagai simbol kedigjayaan dan kejayaan. Keris tersimpan rapi pada warangkanya menambah kekuatan bagi pamor keris tersebut. Sama halnya dengan Borobudur sebagai pusaka dunia kan terlestari jika tetap berada pada warangkanya; potensi alam persawahan penghijauan dan pengairan air tetap terkelola dengan baik akan memberikan manfaat bagi kesejahteraan dan perekonomian masyarakat sekitar Borobudur. Borobudur sebagai warisan budaya kan harum mewangi sewangi kembang tujuh rupa tersebut jikalau tradisi dan spiritualitas masyarakatnya tetap berpegang pada prinsip memayu hayuning bawana.

Peringatan 1 Suro dilaksanakan di Candi Borobudur sebagai perekat dan pemersatu umat beragama dan kepercayaan. Borobudur sebagai pusat spiritual memberi ruang bagi umat beragama dan kepercayaan untuk melakukan aktifitas peribadatan sesuai dengan agama dan keyakinan nya masing-masing. Selain itu peringatan 1 Suro yang akomodatif dengan budaya lokal sebagai sumber aspirasi dan inspirasi partisipasi aktif masyarakat merawat dan meruwat Borobudur. Sebagaimana komunitas Brayat Panangkaran yang telah 20 tahun konsisten dengan Ruwat Rawat Borobudurnya yang mengajak masyarakat Borobudur untuk tetap melestarikan Borobudur bukan hanya arsitektur bangunannya tetapi juga tradisi dan budaya bagian spiritualitas yang patut dijaga dan dilestarikan keberlanjutan

 

 

 

 

 

 

 


Post a Comment

أحدث أقدم