Pengantar
Buku
Ajar
Kanthi Nalar
Sucoro
Februari 2022
Gejala berubahnya struktur sosial dan budaya masyarakat
di kawasan Borobudur merupakan upaya adaptasi kolektif kehidupan masyarakat
terhadap tantangan lingkungan yang memiliki sifat-sifat dinamik. Keberadaan
Candi Borobudur merupakan warisan artefak pusaka Budaya nenek moyang bangsa
Indonesia.
Perubahan tersebut menggambarkan bahwa tumbuhnya
peradaban di abad 8 Masehi telah ada, serta menjadi pusat penghidupan dan
kehidupan masyarakat secara turun temurun di kawasan Borobudur yang meliputi
hampir di semua aspek kehidupan, antara lain; geografi, demografi, sumber daya
alam, idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
Oleh karenanya ketika kebijakan politik pemerintah pusat
memutuskan bahwa pasca restorasi/purna pugar Candi Borobudur tahap ke dua selesai maka
memutuskan bahwa Candi Borobudur dijadikan kawasan wisata. Kebijakan tersebut
berlanjut secara terus-menerus hingga industri pariwisata berkembang dengan
pesat, mengubah alam dan lingkungan yang sebelumnya menjadi bagian dari
kehidupan sosial budaya masyarakat, beralih ke Pariwisata.
Meski saya dalam pengertian pribadi bersama sebagian
masyarakat pada awalnya menolak, karena saya menduga bahwa mengubah pola
penghidupan sosial masyarakat tersebut tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Apalagi tidak terdukung persiapan konsep, mustahil akan berhasil. PT
Taman Wisata Candi Borobudur saat itu, yang ke depan akan mengelola warisan
Budaya Borobudur di tahun 1980-an, pada saat sosialisasi tidak terlihat adanya
tanda-tanda menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat sekitar. Oleh karena itu
saya menentang rencana besar tersebut.
Berkait dengan peran partisipasi masyarakat yang memang
sejak awal perobahan kebijakan pengelolaan Borobudur tidak pernah terlibat,
maka kami mencoba memperjelas peran sertanya dengan maksud untuk mengawal
proses perkembangan upaya pelestarian serta pemanfaatan warisan Borobudur.
Dengan mengadakan kegiatan Budaya Rakyat bertemakan Ruwat-Rawat Borobudur yang telah kami selenggarakan secara terus menerus selama 20
Tahun hingga pada Tahun 2022. Tidak banyak yang dapat kami persembahkan untuk
masyarakat.
Alhamdulillah selama penyelenggaraan acara Ruwat Rawat Borobudur tersebut kami telah
mampu membangun kembali berbagai acara tradisi masyarakat serta berbagai
kegiatan lainnya. Kami juga telah mampu menyajikan buku yang pertama berjudul Dari
Luar Pagar Taman Borobudur; Kedua Bumi Karma Borobudur; ketiga Harmonisasi
Kehidupan Dalam Ruwat Rawat Borobudur; keempat Imajinasi Peradaban
Borobudur dari Masa Ke Masa; sedangkan kelima berjudul Sinau Maca
Kahanan. Melalui kegiatan tersebut kami mencoba belajar membaca alam, serta
mencermati apa yang telah dilakukan oleh pendahulu kita dalam “ulah laku spiritual” yang dijalani bertahun-tahun tersebut menjadi kenangan
yang abadi
Penulisan pada buku berjudul ‘AJAR KANTHI NALAR’ ini
merupakan hasil penelitian di lapangan. Serta wawancara yang terencana, dengan memilih
responden baik dari jajaran aparatur pemerintah daerah, swasta, maupun
masyarakat setempat, secara terbuka dan mendalam, serta rangkuman dari berbagai
diskusi-diskusi yang berhubungan dengan prasasti-prasasti sosial yang masih ada
di kawasan Borobudur serta Daerah Kabupaten Kota lainnya. Semua informasi tersebut
kami dapatkan melalui berbagai rekaman peristiwa budaya rakyat pada acara Ruwat
Rawat Borobudur selama 20 Tahun. Kemudian kami diskusikan kembali dan kami
simpulkan berdasarkan penalaran dan logika yang ada hingga menghasilkan tulisan
pada buku ini.
Penulisan ini dilakukan untuk lebih meng analisis dan
mengkritisi perkembangan representasi serta refleksi dinamika sosial budaya
kawasan wisata Borobudur, sehingga dapat menemukan manfaat bagi ilmu
pengetahuan dan pembangunan masyarakat bangsa dan negara.
Alhamdulillah pada tahun ini, pada acara Perayaan 20
Tahun Ruwat-Rawat Borobudur, kami mendapat dukungan dari saudari Novita
Siswayanti MA Peneliti BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) yang berkenan
mengadakan penelitian perihal kegiatan kami Ruwat Rawat Borobudur. Serta
kebetulan ada kesamaan pendapat dengan Sdr Nurochmad warga asli Dusun Kenayan
Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, yang sehari-hari bekerja sebagai guide
(Pemandu Wisata) di Taman Wisata Candi Borobudur. Untuk itu kami bersepakat
untuk bekerjasama menyajikan Buku bertemakan ‘Ajar Kanthi Nalar’ ini.
Hasil penulisan secara komprehensif, integral dan holistik,
menggambarkan bahwa pentingnya mencermati sumber daya alam serta sumber daya
budaya menjadi sumber inspirasi kebudayaan masyarakat, yang sepengetahuan kami telah dipotong
oleh kapitalisme industri yang selama ini menganggap bahwa alam dan budaya tradisi serta prasati social masyarakat hanya sebagai komoditi (barang dagangan),
Menurut pengamatan kami, besarnya hasil dari penjualan
sumber daya alam dan budaya tersebut menurut kami selama ini belum cukup untuk
memperbaiki atas kerusakan sumber daya tersebut. Di sisi lain dampak kerusakan tersebut
tidak hanya merusak sistem hubungan manusia, alam dan Tuhan. Namun
kemudian merubah kawasan dan komunitas budaya tersebut secara
keseluruhan menjadi kompleks.
Totalitas kultural yang terpisah-pisah oleh proses yang
terus berlangsung dalam sistem industri pariwisata itulah, kemudian melahirkan
transformasi sosial budaya, dalam hal ini adalah kasus di kawasan wisata
Borobudur. Kasus di kawasan Borobudur menyatakan bahwa proses itu memang
terjadi perubahan ekosistem antara lain yang semula lahan pertanian,
perkebunan, permukiman penduduk, sebagian kawasan hutan, serta budaya adat, tradisi masyarakat kemudian dipacu menjadi bagian dari
industri pariwisata. Lahan pertanahan berubah menjadi kawasan industri
pariwisata, perhotelan, homestay, perdagangan, perkantoran, sarana transportasi, dll. Adat tradisi dan budaya masyarakat menjadi ukuran sukses dari program Pemberdayaan yang
dilakukan oleh penyumbang atau donatur.
Belajar dari kasus Borobudur, kami mencoba
menggarisbawahi berbagai persoalan yang muncul pada kawasan
Borobudur adalah diperlukan senergi multipihak. Dengan demikian suatu daerah baik di dalam maupun di
luar negeri bila dijadikan kawasan wisata, di mana pun daerahnya tidak bisa
dihindari akan terjadi proses-proses transformasi ekosistem maupun komunitas
masyarakat di kawasan wisata menjadi lebih kompleks sehingga masyarakatnya
berkelas-kelas, seperti yang terjadi di Borobudur
إرسال تعليق